Sabtu, 31 Juli 2010

Kisah perempuan (1) : Souad (seorang perempuan yang lolos dari pembunuhan atas nama kehormatan)

Aku seorang gadis. Karena itu mesti berjalan cepat-cepat, kepala menunduk, seolah-olah tengah menghitung jumlah langkah yang diayunkan. Seorang gadis sama sekali tidak boleh menyimpang dari jalannya, bahkan tengadah sedikit saja. Karena jika seorang laki-laki sempat menangkap pandangan matanya, seluruh desa akan mencapnya sebagai charmuta. Jika seorang perempuan tetangga yang sudah menikah atau seorang perempuan tua, atau siapapun yang memergoki dirinya keluar rumah tanpa ibu atau kakak perempuannya, tanpa domba, tanpa membawa seikat rumput kering atau sekantong buah ara, mereka akan menyebutnya charmuta. Seorang gadis mesti dikawinkan sebelum dia bisa mengangkat mata dan menatap lurus kedepan, atau sebelum dia sempat masuk ke sebuah toko, atau sebelum dia sempat mencabut alis dan mengenakan perhiasan. Ibuku dikawinkan pada usia empat belas tahun. Jika seorang gadis masih belum dikawinkan pada usia itu, seluruh desa akan mengolok-olok. Tetapi seorang gadis harus menunggu giliran untuk dikawinkan dalam keluarganya..." tulis Souad dalam lembar pertama memoarnya, yang membuatku bergidik ngeri dan bertanya, masyarakat macam apakah tempat ia ditakdirkan terlahir sebagai perempuan?

Souad adalah seorang gadis yang dilahirkan pada tahun 1957 (1958) di sebuah desa di Tepi Barat, Palestina. Souad adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari seorang ibu bernama Laela, dan dari keempat anak tersebut ia hanya memiliki satu orang saudara laki-laki yaitu Asad, adik bungsunya. Ia juga punya dua adik perempuan dari ibu tirinya yang bernama Aicha. Ayahnya, Adnan, menikahi Aicha dengan harapan akan mempeorleh banyak anaka lelaki sebab istrinya, Laela membuatnya kesal dengan terus-menerus melahirkan anak perempuan. Baginya dan bagi lelaki di desanya, kelahiran anak perempuan adalah aib.

Karena tidak bersekolah, ia hanya bisa berbahasa Arab dan sangat awam dengan dunia sekelilingnya. Baginya, dunia hanyalah desa tempatnya tinggal dan kota tempat ayahnya menjual hasil kebun dan membeli kebutuhan rumah tangga.Gadis itu tidak tahu apakah bumi itu bulat atau datar. Yang dia ketahui, benar-benar dia ketahui adalah bahwa mereka mesti membenci orang-orang Yahudi, telah mengambil tanah airnya. Ayahnya menyebut mereka babi dan mereka semua dilarang keras berdekatan dengan orang Yahudi jika tidak ingin menjadi babi. satu-satunya anggota keluarga yang bersekolah adalah Assad, anak bungsu yang diperlakukan sebagai raja. "...sebagaimana yang telah kututurkan sebelumnya, didaerah asalku, terlahir sebagai perempuan merupakah sebuah kutukan: seorang istri pertama-tama mesti melahirkan anak laki-laki, sedikitnya satu orang. Dia akan menjadi bahan olokan jika hanya melahirkan anak perempuan. Paling banyak dua atau tiga anak perempuan diperlukan untuk mmebantu pekerjaan rumah tangga, untuk bekerja di ladang dan mengurus binatang ternak. Jika jumlah anak perempuan lebih dari dua atau tiga, itu merupakan malapetaka dan mereka musti disingkirkan secepat mungkin dari rumah atau keluarga. Aku hidup dalam lingkungan seperti itu sampai aku berusia delapan belas tahun, tidak tahu apa-apa kecuali bahwa aku tidak lebih berharga daripada seekor binatang karena aku seorang perempuan." Terang Soaud lagi. Assad, satu-satunya anak lelaki keluarga ayahnya, dapat melakukan apa saja, seperti sekolah dan menyandang tas, menonton film di bioskop, membeli baju-baju bagus, berjalan-jalan diata spunggung kuda layaknya pangeran dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Asad, sebebas angin. Sedangkan ia dan saudara perempuan lainnya akan dikunci didalam rumah jika pekerjaan mereka telah selesai. Seumur hidup, ia tak akan bisa keluar rumah kecuali seorang lelaki menikahinya untuk menuju rumah baru. "...aku tidak akan pernah pergi melewati pintu itu, tidak akan pernah...."

Sebagai seorang anak perempuan, bersama saudara perempuannya, sehari-hari ia harus mengurus domba dan kambing karena ayahnya memiliki ternak domba dan kambing yang banyak. Souad bekerja lebih berat dibandingkan seekor kuda pengangkut beban. Pagi-pagi sekali Souad sudah pergi ke kandang untuk mengumpulkan ternak dan mengawal mereka ke padang rumput, bersama saudara perempuannya, Kainat, yang umurnya hanya setahun lebih tua darinya. Sedikit kesalahan yang dibuatnya dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti mencukur bulu domba dengan gunting yang begitu besar untuk ukuran jarinya, memerah susu domba betina, membuat keju, membuat roti, mencuci pakaian,terlambat pulang dari padang rumput dan sebagainya, maka ia akan dipukuli ayahnya dengan ikat pinggang.

"Ayahku begitu berkuasa, raja di rumah tangga, yang menjadi pemilik, yang memutuskan, yang memukuli dan menyiksa kami. Dia duduk disana dengan tenang sambil menghisap pipa tembakaunya di depan rumah, hidup bersama para perempuan yang diperlakukannya jauh lebih buruk daripada hewan ternak, terpasung sama sekali." Uangkapnya dan aku bisa merasakan betapa pedihnya ditakdirkan menjadi dirinya. "Ayahku bertubuh kecil dan kejam. Dia biasa membuka ikat pinggangnya dan berteriak... kenapa domba-domba itu pulang sendiri?!!....kemudian dia akan menjambak rambutku dan menyeretku ke dapur. Dia pernah memukuli aku saat sedang berlutut dan menarik rambutku seolah-olah akan mencabutnya dan memotongnya dengan gunting besar yang biasa digunakan untuk mencukur bulu domba. Aku hampir tidak punya rambut lagi yang tersisa. Aku bisa menangis, menjerit-jerit atau memohon belas kasihan, tetapi itu akan membuatnya terus memukuliku. Seingatku setiap hari kami dipukuli dengan ikat pinggang atau tongkat.....Suatu waktu dia mengikat kami, Kainat dan aku, kedua tangan kami dibelakang punggung, kaki kami terikat dan sebuah syal diikatkan kemulut kami untuk mencegah kami berteriak. kami berada dalam posisi seperti itu semalaman, terikat pada sebuah pintu di kandang. Kami bersama para binatang, tetapi bernasib jauh lebih buruk dari mereka." Itulah yang terjadi didesanya. Itulah hukum kaum lelaki.

Saat berusia sepuluh tahun, Souad mendapatkan menstruasi pertamanya. Ia begitu takut sehingga menyembunyikannya selama berbulan-bulan. Didesanya, perempuan yang telah mengalami menstruasi berarti dianggap dewasa dan berarti ia akan segera dikawinkan. Saat Noura, kakak pertamanya menikah, Souad telah berusia 15 tahun. Dia seharusnya sudah menikah, namun Kainat belum juga ada yang melamar sehingga ia harus menunggu. "Pada suatu hari aku menyajikan teh untuk kakekku, ayah dari ibuku dan aku maish bisa mengingat kata-katanya, ...ada baiknya kau kawin pada usia muda, kau punya bisa punya anak empat belas...dan seorang putra. itu baik sekali..."

Meskipun tidak bersekolah, Souad mampu menghitung domba yang berarti ia mampu menghitung jumlah anggota keluarganya. Ibunya punya empat belas anak, tujuh diantaranya hidup.Pada suatu hari Soaud baru tahu mengapa hanya mereka bertujuh yang hidup, saat usianya kurang dari sepuluh tahun. " Pada saat itu ibuku tengah terbaring di lantai beralaskan kulit domba. Dia sedang dalam proses melahirkan, dan bibiku Salima menungguinya, duduk diatas sebuah bantal. Kemudian terdengar sebuah jeritan dari ibuku, disusul oleh suara tangis bayi. Lalu dengan cepat ibuku mengambil kulit domba yang menjadi alas tidur dan membekapkannya pada sang bayi. Aku melihat bayi itu bergerak sekali, kemudian semuanya berakhir. dan sejak itu bayi itu tak ada lagi. bayi itu pastilah seorang perempuan. ...dan aku melihat itu berkali-kali... dan kudengar Noura berkata kepada ibunya...jika aku punya anak-anak perempuan, aku juga akan melakukan apa yang kau lakukan...begitulah cara ibuku terbebas dari tujuh anak perempuan yang dilahirkannya setelah Hanan, yang merupakan bayi perempuan terakhir yang selamat".

"Di desaku, jika para lelaki dewasa disuruh memilih antara seorang gadis dan sapi, mereka akan memilih sapi. Ayahku selalu mengulang-ulang tanpa henti, bahwa kami, kaum perempuan, tidak ada artinya. Seekor sapi menghasilkan susu dan anak sapi. kau bisa menjual keduanya dan membawa uangnya pulang. Sedangkan anak perempuan? apa yang didapatkan darinta? tidak ada. Dan akmi anak-anak perempuan tahu, karena sapi-sapi dan domba-domba tak pernah dipukuli". Souad dan saudara-saudara perempuannya selalu bergumul dengan kematian yang bisa datang kapan saja, menurut kemauan sang ayah. Bahkan ibu mereka pun tak mungkin mereka harapkan karena memperoleh perlakuan yang sama. Ketika berumur 17 tahun, Assad menjadi lelaki kejam sebagaimana ayah mereka dan memperlakukan ibu dan saurada-saudara perempuannya sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya. Bahkan Souad dan dua adik perempuannya, melihat Assad mencekik leher Hanan dengan kabel telepon dan Hanan mati. Souad tidak tahu mengapa Hanan diputuskan harus mati, dibunuh oleh Assad, adiknya.

Kemudian Noura, kakaknya, menikah dengan Hussein dan mereka berpindah ke rumah baru Hussein. Pernikahan dialngsungkan setelah kesepakatan antara dua keluarga, oleh laki-laki, dirasa memuaskan, dan perempuan tak tahu apa-apa. Pasca pernikahan nasib Noura tak berbeda dengan nasib ibunya, Nora sering dipukuli suaminya. Dan Souad jatuh cinta, pada usia tujuh belas tahun, pada seorang lelaki yang kelak akan dikawinkan dengannya. namun ia harus menunggu Kainat menikah terlebih dahulu. Dan lelaki bernama faiez itu tampan, cerdas dan membuat Souad takluk. Bagai membawa bara api ke badai salju, dia merayu Souad dan berjanji akan menikahinya secepatnya. Souad hamil. Karena ketakutan ia berusaha menutup-nutupinya dengan berbagai alasan. Sebab jika ketahuan ia akan menjadi aib keluarga dan ia akan dibunuh.

Faiez ingkar janji dan menghilang. Perut Souad yang semakin membesar membuat ketakutannya semakin menjadi sebab ia sudah menyadari bahwa ayahnya dan seluruh anggota keluarga telah mengetahui aib yang dilakukannya, bahwa ia hamil diluar pernikahan. Dan suatu hari, dengan diam-diam ia mendengarkan sebuah rapat keluarga, yang memutuskan bahwa seseorang diantara anggota keluarganya bertugas menghilangkan nyawanya, membunuhnya. Dan saat seluruh anggota keluarga pergi entah kemana, sebab semua memusuhinya, kakak Iparnya, Hussein muncul. Souad sudah tahu bahwa Hussein yang bertugas mengurusnya. Hussein membakarnya. Saat menyadari dirinya terbakar, Souad berlari menjauh sambil menjerit-jerit, dan ditengah perjalanan dia diselamatkan oleh sekumpulan perempuan yang kemudian membawanya ke rumah sakit.

Para dokter dan perawat di rumah sakit bersikap kasar padanya dan memperlakukannya dengan jijik. Mereka tak mampu berbuat banyak sebab kasusnya adalah kasus keluarga yang menjadi hal biasa di desanya. Lalu, seorang perempuan, Jaqueline, yang bekerja pada sebuah organisasi internasional bidang kemanusiaan, Terre des Hommes, berusaha menyelamatkannya dan berjanji akan membawanya ke Eropa. dalam kondisi tubuh terbakar, Ayahnya, Ibunya datang berkunjung dengan maksud untuk menuntaskan pembunuhan, dengan racun yang sebening air yang harus diminumnya, sebab jika tidak, maka Assad, adik lelaki yang disayanginya akan berurusan dengan polisi. Souad juga melahirkan anaknya yang kemudian dibawa pihak rumah sakit ke panti aishan dengan alasan, meskipun anaknya lelaki, tetap saja membawa aib sebab merupakan hasil hubungan diluar pernikahan. Dan akan itu akan menanggung aib itu seumur hidupnya, dimanapun dia berada. Dengan perjuangan keras, setelah melobi pimpinan organinsasinya yaitu tuan Edmond Kaiser, Jaqueline mulai mengurus dokumen pemindahan Souad ke Eropa. Dengan bantuan dokter Hassan, ia berhasil menuntaskan dokumen persetujuan keluarga Souad bahwa gadis malang itu telah mati dan akan dikuburkan di Eropa. Jaqueline juga telah menemukan Marwan, putra Souad di sebuah panti asuhan dan melobi mereka untuk mengambil gadis itu. Jaqueline juga, dengan perjuangan teramat sulit, berhasil melobi kenalannya di pihak Isreal untuk memuluskan visa bagi Souad dan putranya.

Tahun 1970, Souad dibawa ke Swiss dan putranya Marwan dinyatakan dilahirkan pada tanggal 20 Desember di Swiss. Disana Souad akan menjalani hidup barunya dan di desanya ia telah dianggap mati, untuk selamanya. berkali-kali ia harus menjalani operasi dan merasa takjub dengan masyarakat Eropa yang bebas, merdeka dan ceria. Merasa nyaman saat menjalani operasi maupun perawatannya karena dokter-dokter dan perawat di Eropa bersikap begitu lembut. Ia pun melihat perempuan-perempuan Eropa dapat melakukan apa saja sesuai keinginan mereka. Souad merasa takjub dengan paras cantik perempuan-perempuan di Eropa, pada wajah mereka, rambut mereka, kaki mulus mereka, sepatu mereka yang bagus dan berupa-rupa, dan pada pakaian mereka yang indah. Kemduian Mereka pindah ke Prancis. Karena usianya masih diaktegorikan anak-anak, maka Souad dan putranya, diadopsi oleh sepasang suami istri yang baik yang didanai oleh Terre des Hommes. Souad mulai membaik dan ia merasa senang berada di Eropa sebagai kehidupan keduanya, bahwa ia belum mati, telah diselamatkan, dan bahwa putranya yang tampan juga ada bersamanya. Souad belajar bahasa Prancis dan belajar Al-Qur'an dan memiliki keinginan untuk bekerja agar ia punya uang sendiri.

Souad bertemu dengan Antonio dan mereka hidup bersama selama tujuh tahun, setelah Antonio mapan kemudian mereka menikah dan membeli sebuah rumah kecil. Souad kemudian melahirkan putrinya, Laetitia, kemudian beberap tahun kemudian melahirkan Nadia. Meski telah memiliki keluarga yang bahagia, dengan suami yang setia, baik hati dan lembut juga dua orang putri yang cantik-cantik, Souad masih belum bisa melupakan masa lalunya, terutama saat dia melihat luka-luka bakar di sekujur tubuhnya
dan teringat akan Mawran yang berada dalam asuhan orang tua angkatnya. ketakutannya juga berdampak pada kehidupan rumah tangganya, seperti seluruh peralatan rumah tangga seperti kompor, menggunakan kompor listrik, dan tak ada yang boleh menyalakan api di rumah itu.

Souad juga mulai belajar menulis dengan menggunakan pensil, lalu mulai membaca, yang diawalinya dengan membaca pengumuman di surat kabar, berita perkawinan dan iklan mobil bekas. Souad sudah mulai memahami berita yang dibacanya dri surat kabar pada setiap pagi sebelum berangkat kerja. ia juga sudah mulai memahami geografis Eropa, tentang kota-kota besar dan kota-kota kecilnya. Di Italia, Souad sudah mengunjungi Roma, Venesia dan Portofino. Ia juga sudah mengunjungi Barcelona di Spayol bersama orangtua angkatnya saat liburan musim panas. Souad juga menonton laporan serta perkiraan cuaca internasional di televisi dan berusaha mengingat tempat-tempat seperti Madrid, Paris, London, Beirut dan Tel Aviv.

Lima belas tahun kemudian, tahun 1985, Jaqueline meminta bantuan Souad untuk memberikan kesaksian atas nama Sugir Association. Dan Souad menerangkan segalanya seolah -oleh telah kembali ke negerinya dan mengalami kembali deritanya. "Salah seorang peserta pertemuan itu berdiri dan mengajukan pertanyaan...Souad, wajah anda cantik, dimanakah bekas-bekas luka bakar itu? ...aku pun berdiri, dan didepan semua orang yang hadir aku membuka kemejaku. ....aku menunjukkan kedua lenganku dan punggungku. Lalu wanita itu pun mulai menangis. Beberapa laki-laki yang hadir disana kelihatan risih. Mereka merasa kaishan padaku. Ketika aku menunjukan diriku didepan publik, aku merasa seperti orang sinting yang memberikan pertunjukan tambahan. Tetapi dalam situasi seperti itu aku tidak merasa terganggu, karena aku tengah memberikan kesaksian dan aku harus membuat orang-orang mengerti bahwa aku merupakan seorang yang beruntung selamat". Dia merasa berutang nyawa pada Jaqueline yang telah menolongnya dan pekerjaan Jaqueline membutuhkan saksi hidup untuk menunjukkan pada orang lain tentang realitas kejahatan atas nama kehormatan. Karena kebanyakan orang tak tahu bahwa hal tersebut benar-benar terjadi. Itu karena disebabkan sangat sedikit perempuan korban yang selamat, dan karena mereka tidak tampil di depan publik, demi keselamatan mereka.

Dalam kesaksiannya Souad menerangkan, "...disana seorang perempuan tidak punya kehidupan. gadis-gadis banyak yang dipukuli, dianiaya, dicekik, dibakar dan dibunuh. Ibu saya sendiri bahkan ingin meracuni saya untuk menyelesaikan tugas kakak ipar saya. Seperti itlah kehidupan yang normal bagi perempuan disana. ...sapi dan kambing seperti yang pernah dikatakan ayah saya, lebih berharga daripada perempuan. Jika anda tidak ingin mati, sebaiknya ada diam saja, patuh, menghambakan diri, tetaplah perawan sampai anda dikawinkan dan lahirkanlah anak laki-laki", dan ia melanjutkan, "Seandainya saya tidak berhubungan dengan seorang laki-laki, kehidupan seperti itulah yang harus aya jalani. Anak-anak saya akan seperti saya, cucu-cucu saya akan seperti anak-anak saya. Jika saya hidup disana, saya juga akan normal, seperti ibu saya yang mencekik anak-anaknya sendiri. saya pun mungkin akan membunuh anak perempuan saya sendiri. Saya mungkin sudah membiarkan seseorang mati terbakar. .....sampai saya ada di Eropa dan melihat anak-anak gadis dihargai sama seperti anak-anak laki-laki"

Nadia berumur delapan tahun dan Laelitia berumur sepuluh tahun saat Souad pertama kalinya diundang untuk berpartisipasi dalam sebuah siaran radio. Anak-anak perempuannya itu lebih banyak tahu kisah hidup Souad melalui wawancana di radio itu. "Setelah mendengarkan siaran, Laelitia bereaksi keras...Berpakaianlah sekarang, Mama dan berkemaslah. Kita akan naik pesawat dan pergi ke desa Mama itu. Kita akan membakar mereka. Kita akan menyalakan korek api dan membakar mereka seperti yang mereka lakukan pada Mama...dan Laelitia pun dirawat oleh psikiater selama enam bulan sehingga ia tak mengatakan lagi ingin pergi kesana....dan aku memahami bahwa kisahku akan membebani mereka hingga masa depan." Lalu dalam kesaksiannya lagi, " Aku telah bertemu gadis-gadis lain yang datang dari negeri jauh, seperti aku beberapa tahun lalu. Mereka semua sedang dalam persembunyian. salah seorang dari mereka tidak mempunyai kaki: dia diserang oleh dua orang aki-laki tetangganya yang kemudian mengikat dan meletakannya diatas rel kereta api. Seorang gadis lain hendak dibunuh oleh ayah dan saudara laki-lakinya sendiri dengan menikamnya dan melemparkan tubuhnya kedalam sebuah tong sampah. Ada juga seorang gadis yang dilemparkan keluar jendela oleh ibu dan dua saudara laki-lakinya: dia kini cacat. Ada banyak perempuan-perempuan lain yang tak sempat kuketahui, juga mereka yang ditemukan sudah meninggal. Ada mereka yang berhasil melarikan diri, tetapi kemudian tertangkap di negeri lain dan dibunuh. Ada juga mereka yang berhasil melarikan diri, dan bersembunyi, dengan atau tanpa anak, masih gadis atau sudah menjadi ibu. Aku belum pernah bertemu perempuan lain sepertiku. Mereka yang dibakar tidak ada yang selamat. Dan aku maish bersembunyi. Aku tak bisa menggunakan namaku sendiri, menunjukkan wajahku. Aku hanya bisa berbicara. Itu satu-satunya senjata yang kumiliki" Ungkapnya.

Setelah menolong Souad, Jaqueline masih bekerja seperti biasanya, menyelamatkan para perempuan dari kematian. Yayasannya bekerja di seluruh dunia dimanapun mereka diperlukan. Di Afganistan, Maroko, Chad, Yordania. Namun dunia masih saja lamban mengatasi berbagai kekejaman yang ditimpakan kepada kaum perempuan di belahan dunia tertentu. Lebih dari enam ribu tindak kejahatan atas nama kehormatan terjadi setiap tahunnya. Dan dibeberapa negara, kaum perempuan dipenjarakan karena melakukan protes, yang diduga dalam rangka menyelamatkan hidup mereka. Sebagain mereka ada yang sudah dipenjara selama lima belas tahun, yang harapannya akan dikeluarkan oleh ayah atau saudara laki-laki mereka yang juga sangat ingin membunuh mereka. Ada dua perempuan yang dibebaskan dan kemudian dibunuh.

Sedikit-demi sedikit otoritas-otoritas yang berwenang di negara masing-masing mengakui berbagai tindakan itu sebagai perbuatan kriminal. Laporan mengenai Komisi hak Asasi Manusia di Pakistan pun diterbitkan. Di Timur Tengah undang-undang kesehatan publik menyediakan informasi tentang jumlah kasus yang diketahui. Dimanapun, pemerintah terus mendata jumlah gadis-gadis dan perempuan yang dibunuh, di Timur Tengah ataupun di Turki, adat istiadat terus berlanjut secara membabi buta, dan harus diakhiri. dalam beberapa tahun belakangan, beberapa penguasa seperti Raja Hussein di Yordania dan Almarhum raja Hasan di Maroko sudah menyatakan diri secara terbuka tentang tindakah kejahatan atas nama kehormatan. Para Imam dan Pendeta Kristen secara terus menerus menjelaskan bahwa kehatan atas nama kehormatan seperti itu merupakan hal asing di dalam Al-Quran dan Al-Kitab.

Souad dan keluarga barunya, suaminya dan kedua putrinya begitu baik padanya dan mendukungnya untuk terus lepas dari bayang-bayang masa lalunya. Dan mereka pun membawa Marwan untuk tinggal bersama mereka sehingga Laelitia dan Nadia punya kakak laki-laki yang akan melindungi mereka. " Aku menceritakan kisah kehidupanku untuk pertama kalinya dengan memaksa memoriku mengeluarkan segenap pengalamanku, meskipun itu terkubur amat dalam. Tugas ini lebih menantang ketimbang memberi kesaksian didepan publik, dan lebih menyakitkan ketimbang menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan anak-anakku. Aku berharap, buku ini akan berkeliling dunia, bahwa dia akan mencapai Tepi Barat dan bahwa kaum lelaki disana tidak akan membakarnya."

Begitulah kisah Souad yang memberiku inspirasi untuk menjadi perempuan yang kuat. Memperjuangkan apa yang menjadi hakku sebagai perempuan, mahkluk yang sejajar dengan temannya, laki-laki. Selengkapnya tentang kisah ini baca di: Souad, 2006. Burned Alive: Kisah nyata yang mengguncangkan tentang seorang perempuan yang lolos dari pembunuhan atas nama kehormatan. Pustaka Alvabet. Jakarta.

Meskipun Adam adalah yang disebutkan pertama kali kemudian nama istrinya, Hawa, namun tanpanya manusia tak akan berketurunan. So, lelaki dan perempuan atau perempuan dan lelaki, hiduplah sebagaimana digariskan: sejajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar