Rabu, 28 Juli 2010

Catatan Perempuan Pemimpi (1) : 2010 ke Cahaya

Ke 2010
Menuju Cahaya…





Cinta, jika kau benar ada, katakan padaku siapa dirimu?
Apakah kau harus menjadi satu-satunya topik abadi selain tentang Tuhan?
Jika aku meragukanmu, apakah kau akan meyakinkanku
dan menunjukkan bahwa kau ada? Dan jika aku menolakmu,
apakah kau sanggup menerobos hatiku yang beku?
Aku mencarimu di langit malam,
Aku mencarimu di dalam udara,
Aku mencarimu di permukaan dedaunan,
Aku mencarimu diperjalanan sungai-sungai,
Aku mencarimu pada manusia,
Kau tak ada,
Kau tak ada,
Kau tak ada.

***

Empat

What do you want? Ya, apa yang kuinginkan? Bukankah apa yang kuiinginkan dalam hidup menjadi lebih penting daripada menjalani hidup itu sendiri? Bukankan diriku tahu bahwa menginginkan sesuatu didalam hidup adalah yang membuatku memiliki alasan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu? Bukankah Aku tahu bahwa hidup memiliki alasan? Bukankah Aku tahu bahwa menjalani pilihan hidup harus memiliki alasan? Bukankah Aku tahu bahwa kematian dipilih atas sebuah alasan? Bukankah selama ini Aku berdo’a kepada Allah swt agar diberi kekuatan untuk menjemput mimpi-mimpiku? Bukankah selama ini Aku selalu menyatakan pada diriku sendiri, bahwa aku boleh berhenti bermimpi jika aku telah melewati gerbang kematian?

What do you want? Apakah Aku menginginkan sesuatu? Apa yang kuiinginkan? Apakah sebenarnya Aku tak menginginkan apa-apa? Apakah sebenarnya Aku tak benar-benar memiliki keinginan? Apakah semua hal yang telah kulakukan bukan bagian dari keinginanku? Apakah keinginan yang kuinginkan hanya sebuah potongan kecil, atau mungkin potongan dari sebuah potongan, dari mimpi-mimpi yang tidak logis? Apakah semua yang pernah kuinginkan hanyalah bagian dari imajinasi dunia mimpi? Apakah semuanya buyar saat Aku terbangun dari tidur? Mana nyata, mana mimpi?

I want...? Apa keinginanku? Mengapa Aku menjadi lupa pada keinginanku? Apakah hatiku mendadak mati rasa? Awalnya Aku punya banyak mimpi. Aku memulai dan menutup hari dengan mimpi-mimpi. Denyut nadiku adalah mimpi. Degup jantungku adalah mimpi. Nafasku adalah mimpi. Hidupku adalah mimpi. Kematianku adalah mimpi. Saat aku masih kanak-kanak, aku bermimpi punya boneka untuk menemaniku tidur dan untuk kupamerkan pada teman-temanku. Namun, Bapakku tak mengerti bahwa anak perempuan membutuhkan boneka untuk menghidupi keriangan masa kanak-kanaknya. Pada akhirnya aku membeli boneka pertamaku saat study tour ke pantai Pasir Putih, disaat-saat terakhir masa sekolahku di SD N 1 Sukapura. Boneka itu tak lama hancur oleh sepupu-sepupu kecilku yang merobek-robeknya bagai sekumpulan kapas. Ya, tak apa-apa. Setidaknya aku berhasil meraih mimpi kecilku dengan usahaku.
Hari ini, semua mimpi bagai omong kosong.

Aku telah bangun. Menyadari diri sepenuhnya hidup dalam dunia logis, bukan dunia imajinatif. Aku bukan lagi gadis kecil yang tengah menunggu Ibunya pulang. Aku bukan lagi gadis kecil penurut yang menantikan hadiah dari Bapaknya, yang tak pernah diperolehnya seumur hidupnya, atas kepatuhan, prestasi dan kerja kerasnya. Kini, aku harus menyadari keadaan yang sebenarnya: bahwa aku adalah perempuan biasa yang terlalu sibuk menuliskan mimpi-mimpinya.

Apa yang akan kulakukan setelah ini? Mungkin, dengan berat hati Aku harus menghapus banyak mimpi dan harus dengan sukarela menceburkan diri dalam dunia nyata, dengan kewajiban-kewajiban hidup yang berat. Mungkin, Aku akan hidup bersama keajaiban, yang datang secara tiba-tiba dan dari arah yang tak disangka-sangka. Ya, sebaiknya begitu. Atau hidup bersama apa saja yang ada di dunia nyata.
Bintang-bintang.
Mimpi-mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar