1 April 2008
Berlian malam
Langit bercahaya. Bintang ditaburkan serentak. Menjadi padang berlian yang tersebar dalam gelap. Terjunjung diatas puncak Pesawaran mountain yang berkabut. Menemani zikir sunyi yang hanya terasa megah dihati. Taman Hutan Raya Wan Abdul Racman yang luas ini gelap. Seperti diselimuti jubah malaikat maut yang sedang menunggu perintah untuk mencabut nyawa sesosok makhluk. Tersudut dalam palung yang remang. Menembus katup mata yang tersendat memuji kebesaran-Nya. Ingin kuhitung semuanya, tapi melongok dari jendela saja rasanya tamparan salju menghabisi seluruh energi tubuhku (kalau di Eropa salju itu putih, disini saljunya transaparan: bingung. Xixixixixi...). Semua orang terpasung dingin. Lalu memilih diam meringkuk dibawah selimut lusuh. Tak ada yang bangun dan berkecipak dengan pancuran yang mengalir tenang. Atau bermain-main dengan Tuhan yang sedang bertandang ke bumi. Entah kemana mimpi membawa jiwa-jiwa itu terbang.
Jauh di teluk yang menghimpit pantai, cahaya keemasan berbaris seperti pasukan malaikat yang menjaga tangga menuju istana emas. Seperti bintang yang ditaburkan pada pemakaman agung. Berkerlip dalam hitamnya samudera. Menelisik bilik hati. Aku melihat sebuah kemegahan yang tersungging dari bibir malam yang segera terjaga. Seolah, istana Sulaiman putra Daud sejenak berpindah, berlabuh dari perjalanan menuju surga.
Tempat ini tinggi. Begitu tinggi. Seolah, dengan sampai dipuncaknya bumi yang terhampar telah tergenggam. Sepasang mata indah pemberianNya menguasai seluruh padang hijau. Menjadi hamparan permadani di istana dunia yang maya. Saat mendongak ke langit, seolah pintu Arasy terbuka lebar. Menyambut dengan cahaya dan taburan bunga-bunga surga. Pondasinya yang kokoh menopang langit pancarkan segala kejadian dan perlihatkan betapa setiap perbuatan ada balasan. Seolah cermin yang tak henti bercerita tentang segala yang tercatat dan dilihatnya sepanjang waktu. Riuh dalam bimbang yang memenuhi hatiku. Menjalin helai resah dan basah menjadi sebongkah lelah. Memandang ke teluk yang jauh, kulihat rinai putih penuhi bumi. Memeluk setiap yang terjaga. Menjalin ingatan yang masih tertawa. Perlahan muram dalam sasmita yang menyapa.
Saat waktu begitu dekat dengan keabadian dan ruh yang tidur seakan enggan pulang, mengapa tak ada yang datang padaNya? Tak satupun tengadahkan wajah sendu ke langit tuk ucapkan segala pinta. Apakah neraka menjadi tanpa api? Dia kini dingin dan tak pernah bara. Bahkan lidahnya telah dilumat setan tuk selamatkan pengikutnya? Mengapa saat raja dunia yang dipuja meninggalkan mereka dalam keterpurukan dan kesengsaraan panjang, tak jua mereka berpaling pada Raja segala Raja? Lalu dimanakah logika saat makan harus 3 kali sehari ditambakah bergelas-gelas kopi dan berpiring-piring kue, tetapi dalam 5 kali penyembahan itu mereka hanya datang sekali saja?.
Ah, kuhakimi diriku. Kucambuk perih jiwaku agar tak larut dalam dekapan malam yang menggigit. Apa bedanya diriku dengan mereka? Kupaksa dingin itu menjauh. Kunyalakan perapian dalam relung jiwaku yang sunyi. Cericit burung malam menertawaiku. Mengunyah resahku menjadi mimpi yang tak berujung. Bangun....bangun....bangun....basuhlah wajahmu dalam pancuran itu datang padaNya....datanglah bersama dingin kulit dan hatimu, datanglah.... datanglah.... ”Dan Tuhanmu berfirman, ’berdoalahn kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan doamu...,” (QS.Al-Mu’min:60). Hingga akhirnya pagi datang dalam suasana yang tak pernah berbeda. Basah dan lelah. Dingin dan berkabut. Putih dan diam. Tak ada matahari. Tuhan hanya untuk dipercaya, kukira begitulah pandangan mereka sebab tak ada cahaya dan bekas sujud dikeningnya (Ah, tidak. Semoga ini hanya sangkaanku saja).
Duhai Allah
(Unknown)
Duhai Allah...
Duhai Allah...
Pemilik segala alam raya
KepadaMu bermuara doa
KepadaMu bermuara cinta
Duhai Allah...
Duhai Allah...
Hanya kepadaMu daku mengadu
Ku berdoa hanya padaMu
Ya Allah jangan tinggalkan daku
Duhai Allah yang kuasa
CahayaMu mulia alangkah indahnya
Terangi hati yang lama resah
Tentramkan jiwa yang gelisah
Terangi hati yang lama resah
Tentramkan jiwa yang gelisah
Duhai Allah...
Duhai Allah...
Rinduku biru hanyalah milikMu
Dekatkanlah daku denganMu
Ya Allah jangan tinggalkan daku
Duhai Allah yang kuasa
CintaMu mulia alangkah indahnya
Sirami hati yang lelah resah
Teduhi jiwa yang gelisah
Sirami hati yang lelah resah
Teduhi jiwa yang gelisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar